Cari Blog Ini

Selasa, 13 Oktober 2020

 

Bagi Guru di Situasi Wabah Virus Corona
Dengan Cara Pembelajaran 5M
#SekolahLawanCorona
#KerjaBarenganLawanCoronaGuru
dan orangtua yang berdaya
menciptakan pengalaman
belajar yang melibatkan anak.
Mendorong kolaborasi
orangtua, guru dan muridrelasi positif yang saling
memahami Lakukan pengumpulan informasi terlebih dahulu
mengenai kesiapan orangtua
(Prioritas)
Sediakan waktu berbincang bebas dengan orangtua dan
 tidak memahami
kondisi murid dan
orangtua.
kriteria dan
durasi kecepatan yang
sama untuk semua
murid.
menuntut
orangtua untuk
mendampingi penuh
murid menguasai pemahaman
mendalam terhadap konsep yang dapat diterapkan di
beragam konteks.Lakukan penjelasan terlebih dahulu kepada
orangtua
(Prioritas).
Satu kegiatan belajar bisa mencakup lebih
dari 1 pelajaran.
(Prioritas)
(Menantang)
(Menantang)Hindari
memberikan tugas
sekedar untuk
latihan soal
.
memindahkan
materi murid mengalami
rute pengalaman belajar yang terarah dan berkelanjutan
.Membuat panduan tugas yang rinci namun tidak
mendikte.
Pastikan memberi umpan balik
Perbanyak asesmen formatif untuk membantu
murid memahami kemampuan awalnya dan
kebutuhan belajar berikutnya.
Pastikan ada kriteria keberhasilan
Pastikan melakukan reflfleksi berkalatanpa memberi umpan
balik
Hindari memberikan
ganjaran (reward)
.
Hindari hanya
memberikan tugas
sebagai sumatif memandu murid
menguasai keahlian melalui proses yang
berjenjangSediakan pilihan jam belajar.
Kombinasikan aktivitas dengan diskusi atau
bergerak,
Sediakan pilihan tugas.tugas yang terlalu
mudah atau terlalu
sulit
.
Hindari memberikan
tugas sesuai
kurikulum,
.melibatkan
sumber daya dan kesempatan di komunitas (Prioritas)
Satu kegiatan belajar bisa mencakup lebih
dari 1 pelajaran.
(Prioritas)
merasa berkontribusi terhadap
persoalan yang sedang hangat dibicarakan
(Menantang)mendorong
murid berinteraksi
dengan banyak orang
dari satu sumber
Hindari memberikan tugas
yang sama5M Cara Pembelajaran
#SekolahLawanCorona
#KerjaBarenganLawanCoronaPJJ banyak kendala,
membuat pusing kepala.
Akhirnya guru bisa apa?
Temukan solusinya
Ikuti program
PEMBELAJARAN
JARAK JAUH
MERDEKA BELAJAR
Klik
bit.ly/pjj-merdekabelajar
| @kampusgurucikal

Minggu, 23 Februari 2020

Sosialisasi Spektrum dan Struktur Kurikulum SMK tahun 2018

Resume Sosialisasi Spektrum dan
Struktur Kuriklum SMK Tahun 2018
Oleh Subdit Kurikulum, Dit. PSMK
A. Materi

B. FAQ:
1. Perdirjen No. 06 dan 07 tahun 2018 tentang Spektrum dan Struktur Kurikulum SMK/MAK mulai kapan diterapkan dan kelas berapa?
Jawaban:
Perdirjen No. 06 dan 07 tahun 2018 berlaku mulai tahun ajaran 2018/2019 dengan ketentuan:
 Bagi sekolah yang sudah melaksanakan K13 maka Perdirjen tersebut berlaku untuk kelas X dan XI, sedangkan kelas XII melanjutkan kurikulum yang lama (KTSP/K13 lama).
 Bagi sekolah yang baru melaksanakan K13 T.A. 2018/2019 maka Perdirjen tersebut berlaku untuk kelas X saja, sedangkan kelas XI dan XII melanjutkan kurikulum yg lama (KTSP).
2. Apa perbedaan antara Perdirjen No. 06 dan 07 dengan peraturan sebelumnya yaitu SK Dirjen No. 4678 dan 130?
Jawaban:
Beberapa perubahan antara lain:
 Perdirjen No. 06 tentang Spektrum Keahlian, memuat 4 kompetensi baru yaitu: Retail, Manajemen Logistik, Hotel dan Restoran dan Produksi Film.
Perdirjen tersebut tidak menghapus ataupun mengubah yang sudah ada melainkan hanya menambah 4 kompetensi baru.
 Perubahan jumlah jam pada Perdirjen No. 07 tentang Struktur Kurikulum, jam pelajaran pada kelas X, XI, XII dan XIII semula adalah 46 jam menjadi 46 jam pada kelas X dan 48 jam untuk kelas XI, XII, XIII.
 Pengurangan jam Mapel Bahasa Indonesia di kelas XII, semula 3 jp menjadi 2 jp.
 Penambahan jam Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan, semula 5 jp di kelas XI, 5 jp di kelas XII dan 8 jp di kelas XIII menjadi 7 jp di kelas XI, 8 jp di kelas XII dan 10 jp di kelas XIII.
3. Siapa yang berwenang mengajar Mapel Produk Kreatif dan Kewirausahaan (PKK)?
Jawaban:
Guru yang berwenang untuk mengajar Mapel PKK adalah guru Kewirausahaan dan atau guru Produktif pada Program Keahlian yang terkait.
4. Bagaimana pengaturan tugas mengajar untuk Mapel PKK?
Jawaban:
Pembagian tugas mengajar mapel PKK dapat dibagi menjadi 3 skema:
1) Mapel PKK seluruhnya diajarkan oleh 1 guru (pilih antara guru Kewirausahaan atau guru Produktif pada program keahlian yang terkait).
2) Memecah rombel menjadi 2 rombel praktik. Setiap rombel praktik diampu oleh 1 orang guru Kewirausahaan atau guru Produktif. (Lihat panduan dapodik 2018.a, contoh kasus II)
3) Mapel PKK diajarkan oleh 2 orang guru, 1 orang guru Kewirausahaan sebanyak 30% dari total jjm (max 2 jp) dan1 orang guru Produktif sebanyak 70% dari total jjm (max 5 jp). (Lihat panduan dapodik 2018.a, contoh kasus IV)
3 skema tersebut sudah diakomodir pada dapodik sejak direlease aplikasi dapodik 2018.a tahun 2017. Untuk mengetahui lebih teknis mengenai pembagian rombel pada dapodik download panduan dapodik 2018.a pada laman: http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id
5. Bagaimana pengaturan jam untuk Mapel Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Lainnya?
Jawaban:
Pengaturan untuk mapel Bahasa Inggris dan Bahasa Asing berdasarkan Surat Edaran Direktur PSMK Nomor 4540/D5.3/TU/2017 Tanggal 22 Juni 2017, dapat dibagi menjadi 2 skema:
1) Pada Kelas X dan XI Bahasa Inggris 3 jp. Sedangkan pada kelas XII dan XIII dibagi menjadi 2 jp Bahasa Inggris dan 2 jp Bahasa Asing Lainnya.
2) Jika sekolah tidak ada SDM Bahasa Asing Lainnya atau sekolah tersebut tidak membutuhkan Bahasa Asing Lainnya, maka alokasi waktu Mapel Bahasa
Inggris dan Bahasa Asing Lainnya dapat digunakan untuk Bahasa Inggris seluruhnya.
6. Bagaimana jika ada guru yang kekurangan jam mengajar?
Jawaban:
Bila dalam sekolah terdapat guru yang kekurangan jam mengajar dapat ditempuh dengan cara-cara berikut:
1) Mendapatkan minimal 12 jam melaksanakan tugas sebagai pelaksana tugas pokok. (lihat Permendikbud No. 15 tahun 2018, Pasal 4 ayat 7)
2) Mendapatkan maksimal 6 jam tambahan tugas lain (ekuivalensi). (lihat Permendikbud No. 15 tahun 2018, Pasal 6 ayat 1)
3) Mengajar maksimal 6 jam pelajaran di sekolah lain. (lihat Permendikbud No. 15 tahun 2018, Pasal 6 ayat 9)
Minimal mengajar pada sekolah induk adalah 12 jam. Ketentuan tugas tambahan tersebut di atas dapat dibaca pada Permendikbud No. 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah.
7. Bagaimana pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL), berapa lama dan dimulai dari kelas berapa?
Jawaban:
Pelaksanaan PKL di SMK dapat dilaksanakan dengan ketentuan:
 Pada SMK program 3 tahun, PKL dilaksanakan pada semester 4 dan atau 5.
 Pada SMK program 4 tahun, PKL dilaksanakan pada semester 7 dan atau 8.
 Lama waktu pelaksanaan PKL untuk program 3 tahun adalah 6 bulan.
 Lama waktu pelaksanaan PKL untuk program 4 tahun adalah minimal 6 bulan dan maksimal 1 tahun.
 Pelaksanaan PKL 6 bulan dapat dipecah dalam 2 semester (masing-masing selama 3 bulan).
8. Bagaimana dengan KIKD untuk Struktur Kurikulum yang baru?
Jawaban:
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) turunan dari Struktur Kurikulum yang baru akan segera dikeluarkan. Untuk sementara sekolah bisa menggunakan SK Dirjen No. 330/D.D5/KEP/KR/2017, karena pada dasarnya tidak ada perubahan dari KIKD sebelumnya hanya penambahan KIKD untuk 4 kompetensi kehalian yang baru.

Rabu, 11 September 2019

IMRAN MADJID - REVIEW RUMAH BELAJAR DENGAN STT DAN TTS

REVIEW KONTEN PADA RUMAH BELAJAR MENGGUNAKAN METODE SST DAN TTS

Review Konten Rumah Belajar.

Menggunakan Metode Speech To Text (STT) dan Text To Speech (TTS)

Review ini sebagai salah tugas pada Virtual Coordinator Training (VCT) Batch 5 117 Gorontalo

Berikut hasil review :

Assalamu Alaikum Wr.Wb.
 Saya Imran Madjid, S.Pd, M.Si, M.Pd.
dari SMK Negeri 2 Gorontalo Utara

Konten yang direview adalah salah satu modul pada rumah belajar yakni Modul pengembangan Keprofesian berkelanjutan pada Bidang Teknik Kendaraan Ringan Otomotif dengan materi Overhaul Transmisi Manual.
 Modul ini disusun oleh M. Farid, salah seorang Widyaswara di Bidang Otomotif PPPPTK BOE Malang serta juga Assesor LSP P2 PPPPTK BOE Malang.

Dalam modul ini dibagi dalam tiga bagian; pertama berupa buku informasi, kedua, buku kerja dan ketiga buku penilaian.
Yang menjadi fokus pada review saya kali adalah pada bagian buku penilaian, dimana tahap akhir dari buku peniliaan ini belum dilengkapi dengan rubrik dan pedoman penskoran. Bagian ini dianggap penting untuk memandu dan meudahkan guru maupun siswa pada saat melakukan pekerjaan overhaul Transmisi Manual. 
Selebihnya pada bagian buku informasi dan buku kerja sudah sangat memadai dimana telah menampilkan langkah-langkah yang dilakukan dalam pembongkaran transmisi manual sehingga siswa dan guru sangat terbantu dan dapat dijadikan pedoman pada saat melakukan pekerjaan overhaul transmisi manual.
Saya kira ini dapat saya review pada konten modul tersebut.
Waasalamualaikum Wr.Wb.

Review konten dapat di lihat pada link :  https://youtu.be/RQuCYEqZNlY.





Rabu, 04 Januari 2017



Gerakan Mahasiswa Revolusioner:
Teori dan Praktek


Rudi Dutshcke, pemimpin mahasiswa Berlin dan sejumlah  tokoh mahasiswa  lainnya di Eropa, telah menjadikan  konsep  menyatunya teori dan praktek (teori dan praktek yang revolusioner  tentunya) sebagai gagasan sentral aktivitas mereka. Ini bukan pilihan  yang sewenang-wenang.  Persatuan teori dan praktek ini dapat  dibilang pelajaran  yang paling berharga dari rekaman sejarah yang  diukir oleh  revolusi-revolusi yang telah berlalu di Eropa, Amerika  dan bagian dunia lainnya
Tradisi  historis yang mengandung gagasan ini  dimulai  dari Babeuf melalui Hegel dan sampai ke Marx. Penaklukan ideologis ini berarti bahwa pembebasan manusia harus diarahkan pada usaha  yang sadar  untuk merombak tatanan masyarakat, untuk mengatasi  sebuah keadaan  di mana manusia didominasi oleh kekuatan ekonomi  pasar yang  buta  dan mulai menggurat nasib dengan  tangannya  sendiri. Aksi  pembebasan  yang sadar ini tidak  dapat dijalankan  secara efektif,  dan  tentunya tidak dapat berhasil,  jika  orang  belum menyadari dan mengenal lingkungan sosial tempatnya hidup, mengen­al  kekuatan  sosial yang harus dihadapinya, dan  kondisi  sosial ekonomi yang umum dari gerakan pembebasan itu.
Sama  seperti persatuan antara teori dan  praktek  merupakan penuntun  yang mendasar bagi setiap gerakan pembebasan saat  ini, begitu  pula Marxisme mengajarkan bahwa revolusi,  revolusi yang sadar,  hanya dapat berhasil jika orang mengerti azas  masyarakat tempatnya hidup, dan mengerti kekuatan pendorong yang menggerak­kan perkembangan sosial ekonomi masyarakat tersebut. Dengan  kata lain,  jika ia tidak mengerti kekuatan yang menggerakkan  evolusi sosial, ia tidak akan sanggup mengubah evolusi itu menjadi sebuah revolusi.  Ini  adalah konsepsi utama yang diberikan  Marxisme kepada gerakan mahasiswa revolusioner di Eropa.
Kita  akan coba melihat bahwa kedua konsep  itu,  menyatunya teori dan praktek, serta sebuah pemahaman Marxis terhadap kondisi obyektif masyarakat, yang telah ada jauh sebelum gerakan mahasis­wa  di Eropa lahir, ditemukan dan disatukan kembali  dalam  aksi-aksi perjuangan mahasiswa Eropa, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri.
Gerakan  mahasiswa mulai bermunculan di mana-mana  dan  di Amerika  Serikat pun tidak berbedasebagai perlawanan  terhadap kondisi langsung yang dialami mahasiswa di dalam lembaga akademis mereka, di universitas dan sekolah tinggi. Aspek ini sangat jelas di  dunia  Barat tempat kita hidup,  walaupun keadaannya  sangat berbeda di negara-negara berkembang. Di sana, banyak kekuatan dan keadaan  lain yang mendorong anak muda di universitas atau non-universitas untuk bangkit. Tapi selama dua dekade terakhir, anak muda yang masuk ke universitas di dunia Barat tidak menemukan  di lingkungan rumah, kondisi keluarga atau masyarakat lokalnya alasan-alasan yang mendesak untuk melakukan perlawanan sosial.
Tentunya ada beberapa perkecualian. Komunitas kulit hitam di Amerika  Serikat termasuk di dalam perkecualian itu;  para  buruh imigran  yang  dibayar  rendah di Eropa Barat  juga termasuk  di dalamnya. Bagaimanapun, di kebanyakan negara-negara Barat,  maha­siswa yang berasal dari lingkungan proletariat yang miskin masih menjadi minoritas yang sangat kecil. Mayoritas mahasiswa saat ini berasal dari lingkungan borjuis kecil atau menengah atau golongan penerima  gaji  atau upah yang mendapat bayaran  lumayan.  Ketika memasuki  universitas mereka secara umum  tidak  disiapkan  oleh hidup  yang mereka jalani untuk sampai pada titik pemahaman yang jelas dan  lengkap  tentang  alasan-alasan  perlunya  perlawanan sosial.  Mereka  baru akan memahaminya ketika  berada  di dalam kerangka  universitas. Di sini aku tidak mengacu kepada sejumlah perkecualian  atau  golongan kecil  elemen-elemen  yang  memiliki pengetahuan  politik yang memadai, tapi kepada  massa  mahasiswa secara keseluruhan yang berhadapan dengan sejumlah kondisi,  yang membimbing mereka pada jalan perlawanan
Singkatnya,  ini  sudah mencakup  organisasi,  struktur  dan kurikulum  universitas  yang amat tidak memadai dan  serangkaian fakta  material, sosial dan politik yang dialami  dalam kerangka universitas borjuis, yang semakin tidak dapat ditahan oleh keban­yakan  mahasiswa. Menarik untuk dicatat bahwa para teoretisi dan pendidik  borjuis yang berusaha memahami perlawanan  mahasiswa, harus  memasukkan  sejumlah pernyataan di dalam  analisis mereka terhadap  lingkungan mahasiswa, yang telah lama  mereka  enyahkan dari analisis umum terhadap masyarakat.
Beberapa  hari  yang lalu, ketika berada di  Toronto,  salah satu pendidik Kanada yang terkenal memberikan kuliah umum tentang sebab-sebab terjadinya perlawanan mahasiswa. Menurutnya,  alasan-alasan perlawanan itu "secara mendasar bersifat material.  Bukan berarti bahwa kondisi hidup mereka tidak memuaskan; bukan  karena mereka  diperlakukan  buruh seperti buruh abad XIX.  Tapi  karena secara sosial kita menciptakan sejenis proletariat di universitas yang tidak  berhak berpartisipasi  dalam  menentukan kurikulum, tidak  berhak, setidaknya untuk ikut menentukan kehidupan  mereka sendiri  selama empat, lima atau enam tahun yang mereka habiskan di universitas."Sekalipun aku tidak dapat menerima definisi yang  non-Marxis tentang proletariat di atas, aku berpikir bahwa pengajar  borjuis ini  sebagian  telah menelusuri salah satu akar dari perlawanan mahasiswa.  Struktur universitas borjuis hanyalah  cerminan  dari struktur  hirarki  yang umum dalam masyarakat  borjuis;  keduanya tidak dapat diterima oleh mahasiswa, bahkan oleh tingkat kesadar­an sosial yang sementara ini masih rendah. Kiranya terlalu berle­bihan kalau saat ini juga kita coba membahas akar-akar psikologis dan moral dari gejala itu. Di beberapa negara di Eropa Barat, dan mungkin juga di Amerika Serikat, masyarakat borjuis seperti  yang berkembang selama generasi terakhir ini, selama 25 tahun terakhir telah menghantam banyak elemen di dalam keluarga borjuis. Sebagai anak muda, para mahasiswa pembangkang diajarkan pertama-tama oleh pengalaman  langsung untuk mempertanyakan semua bentuk wewenang, dimulai dengan wewenang orang tuanya.
Hal ini paling terasa di negara seperti Jerman sekarang ini. Jika kalian tahu sesuatu tentang kehidupan di Jerman, atau mempe­lajari cerminannya di dalam kesusastraan Jerman, maka kalian akan tahu  bahwa  sampai Perang Dunia II,  wewenang  paternal  paling sedikit  dipertanyakan  di negara itu.  Kepatuhan  anak  terhadap orang tua telah mendarah daging dalam proses penciptaan masyara­kat (fabric of society). Anak-anak muda Jerman kemudian mengalami rangkaian pengalaman pahit yang dimulai dengan  adanya  generasi orang  tua  di Jerman yang menerima Nazisme,  mendukung  Perang Dingin, dan hidup nyaman dengan asumsi bahwa "kapitalisme rakyat" (disebut  juga ekonomi pasar yang sosial), tidak akan  menghadapi resesi,  krisis dan masalah sosial. Kegagalan yang beruntun  dari dua  atau tiga generasi orang tua seperti itu  kini menghasilkan rasa  jijik  di kalangan anak muda terhadap  wewenang orang  tua mereka.  Perasaan ini membuat anak-anak tersebut,  saat  memasuki universitas,  tidak menerima setiap bentuk wewenang begitu  saja, tanpa perlawanan.
Mereka  pertama-tama berhadapan dengan wewenang  para  dosen dan lembaga-lembaga universitas yang paling tidak dalam  bidang ilmu sosialnyata tidak berhubungan dengan realitas. Pelajaran yang mereka peroleh tidak memberikan analisis ilmiah yang  obyek­tif  tentang apa yang sedang terjadi di dunia atau negara-negara Barat lainnya. Tantangan terhadap wewenang akademis dari  lembaga inilah  yang kemudian cepat bergeser menjadi  tantangan terhadap isi pendidikannya.Sebagai tambahan, di Eropa kondisi material untuk  universi­tas  masih sangat kurang. Terlalu penuh. Ribuan mahasiswa  harus mendengar  dosen-dosen berbicara melalui  sound  system. Mereka tidak  dapat  berbicara dengan dosen-dosen  itu  atau  sedikitnya berhubungan, bertukar pikiran yang normal atau dialog.  Perumahan dan  makanan juga buruk. Faktor-faktor pendukung lainnya  makin menajamkan  kekuatan  pemberontakan mahasiswa.  Tapi,  perlu aku tekanan bahwa dorongan utama untuk melakukan pemberontakan  akan tetap ada, sekalipun persoalan-persoalan di atas telah dibenahi. Struktur  otoriter  dari universitas dan  substansi  yang  sangat lemah  dari  pendidikan, paling tidak dalam bidang  ilmu  sosial, lebih menjadi penyebab ketimbang kondisi material di atas.
Inilah  alasan mengapa usaha-usaha mengadakan  reformasi  di universitas,  yang disorongkan oleh sayap liberal dalam  keadaan-keadaan yang berbeda dalam masyarakat neo-kapitalis barat mungkin menemui kegagalan. Reformasi ini tidak akan  mencapai  tujuannya karena  tidak menyentuh persoalan dasar dari pemberontakan  maha­siswa.  Mereka  tidak berusaha menekan  sebab-sebab  keterasingan mahasiswa, dan sekalipun melakukannya, mereka hanya akan membuat mahasiswa makin terasing.
Lalu apa tujuan reformasi di universitas seperti yang diaju­kan  oleh kaum reformis liberal di dunia barat? Dalam  kenyataan, rancangan  reformasi itu tidak lain untuk  meluruskan  organisasi universitas agar sesuai dengan kepentingan ekonomi  neo-kapitalis dan  masyarakat  neo-kapitalis. Tuan-tuan itu  mengatakan: tentu sangat disayangkan  adanya proletariat akademis;  sayang  sekali begitu  banyak  orang  yang meninggalkan  universitas  dan tidak berhasil  mendapat  pekerjaan. Ini  akan  menimbulkan  ketegangan sosial dan ledakan sosial.
Bagaimana caranya mengatasi persoalan ini? Kita akan  membe­nahinya  dengan reorganisasi universitas dan membagi-bagi  tempat belajar yang ada sesuatu dengan kebutuhan ekonomi  neo-kapitalis. Di  tempat yang memerlukan 100.000 insinyur akan lebih baik  jika dikirim 100.000  insinyur daripada 50.000  orang  sosiolog atau 20.000 filsuf yang tidak akan mendapat pekerjaan yang layak.  Hal seperti inilah yang akan menghentikan pemberontakan mahasiswa.Di bawah ini adalah suatu usaha menempatkan  fungsi  universitas pada  posisi subordinat terhadap kebutuhan langsung dari  ekonomi neo-kapitalis  dan masyarakat. Hal ini akan menggerakkan ketera­singan mahasiswa yang makin besar. Jika reformasi-reformasi  itu dilakukan maka mahasiswa tidak akan menemukan struktur universi­tas  dan pendidikan yang sesuai dengan keinginan  mereka. Mereka bahkan tidak diizinkan memilih karir, bidang studi, dan  disiplin ilmu yang mereka kehendaki dan berhubungan dengan  keahlian  dan kebutuhan  mereka. Mereka akan dipaksa menerima pekerjaan,  disi­plin ilmu dan bidang studi yang berhubungan  dengan kepentingan penguasa  masyarakat  kapitalis,  dan  tidak berhubungan  dengan kebutuhan  mereka sebagai manusia. Jadi dengan reformasi di  uni­versitas, tingkat alienasi yang lebih tinggi pun akan terjadi. Aku tidak mengatakan bahwa kita harus mengabaikan semua reformasi di dalam universitas. Penting dicari beberapa slogan transisional untuk masalah-masalah universitas, sama seperti kaum Marxis  coba mencari  slogan-slogan  transisional dalam  gerakan  sosial  lain dalam sektor apapun. Misalnya, aku tidak mengerti kenapa slogan "student power"  tidak dapat  diangkat di dalam lingkup universitas.  Dalam  masyarakat luas  slogan  ini memang dihindari karena artinya bahwa  sebuah minoritas  kecil menempatkan dirinya sebagai  pemimpin  mayoritas masyarakat. Tapi di dalam universitas slogan "student power" ini, atau  slogan lain yang sejurus dengan ide "self-management"  oleh massa mahasiswa, jelas punya arti dan valid.
Tapi  di sinipun aku akan hati-hati karena banyak  persoalan yang  membuat  universitas berbeda dari  pabrik atau  komunitas produktif lainnya. Tidak benar, seperti dikatakan sebagian teore­tisi SDS Amerika, bahwa mahasiswa itu sama dengan buruh. Kebanya­kan  mahasiswa memang  akan menjadi buruh  atau  sudah setengah buruh.  Mereka dapat dibandingkan dengan orang  yang  magang  di pabrik karena kedudukan mereka sama --dari sudut kerja intelektu­al dengan  orang  magang di pabrik-- dari  sudut  kerja  manual. Mereka  memiliki peranan sosal dan tempat transisional yang  khas dalam  masyarakat.  Karena itu kita  harus hati-hati  merumuskan slogan tentang transisi ini.
Bagaimanapun, kita tidak perlu memperpanjang perdebatan  ini sekarang.  Mari  kita terima saja gagasan "student  power"  atau "student  control" sebagai slogan transisional di dalam kerangka universitas borjuis. Tapi sudah jelas bahwa realisasi slogan  ini yang  tidak akan mungkin bertahan untuk jangka waktu yang lama, tidak  akan mengubah akar-akar alienasi mahasiswa karena  mereka tidak terletak di dalam universitas itu sendiri, melainkan dalam masyarakat secara keseluruhan. Dan kita tidak akan sanggup mengu­bah  sebuah sektor kecil dalam masyarakat borjuis, dalam hal  ini universitas  borjuis,  dan berpikir bahwa  masalah  sosial dapat diatasi  di segmen tertentu tanpa mengubah masalah  sosial  dalam masyarakat sebagai keseluruhan.Selama kapitalisme masih ada, maka terus akan ada kerja yang terasing,  baik  itu kerja manual maupun kerja  intelektual.  Dan karena itu tetap akan ada mahasiswa yang terasing, seperti apapun aksi-aksi kita menghantam kemapanan dalam lingkup universitas.
Sekali  lagi, ini bukan observasi teoretis yang  jatuh  dari langit.  Ini  adalah pelajaran dari pengalaman praktek.  Gerakan mahasiswa Eropa, paling tidak sayap revolusionernya, telah  mela­lui  pengalaman ini di seluruh negara-negara Eropa.  Dalam  garis besar,  gerakan  mahasiswa dimulai dengan  isyu-isyu  kampus  dan dengan  cepat mulai  bergerak  keluar  batas-batas universitas. Gerakan  itu mulai menanggapi masalah-masalah sosial dan  politik yang tidak langsung berhubungan dengan apa yang terjadi di  dalam universitas. Apa yang terjadi di Kolumbia di mana masalah  penin­dasan  komunitas  kulit hitam diangkat  oleh  sejumlah  mahasiswa pemberontak mirip dengan apa yang terjadi dalam gerakan mahasiswa Eropa  Barat,  paling tidak di kalangan elemen  yang  maju,  yang paling  peka terhadap masalah-masalah yang  dihadapi  orang-orang paling tertindas dalam sistem kapitalis dunia.
Mereka  terlibat  dalam  berbagai  aksi  solidaritas  dengan perjuangan  pembebasan revolusioner di  negara-negara  berkembang seperti  Kuba,  Vietnam dan bagian-bagian  tertindas lainnya   Dunia Ketiga. Identifikasi bagian-bagian yang paling sadar  dalam gerakan  mahasiswa di Prancis dengan revolusi Aljazair, dan perjuangan  pembebasan Aljazair dari imperialisme Prancis memainkan peranan besar. Ini mungkin kerangka pertama di mana  diferensiasi politik  yang nyata terjadi di kalangan gerakan  mahasiswa  kiri. Kalangan mahasiswa yang sama kemudian akan mengambil  tempat  di depan  dalam perjuangan mempertahankan revolusi Vietnamm  melawan perang agresi imperialisme Amerika.Di Jerman, simpati kepada orang-orang terjajah dimulai  dari titik yang unik. Gerakan protes mahasiswa yang besar dipicu  oleh aksi  solidaritas dengan buruh, petani dan mahasiswa dari sebuah negara  Dunia Ketiga lainnya, yaitu Iran, saat Shah Iran  berkun­jung ke Berlin.
Para  mahasiswa  pelopor tidak  sekadar  mengidentifikasikan diri  mereka  dengan perjuangan di Aljazair, Kuba  dan  Vietnam: mereka memperlihatkan simpati kepada perjuangan pembebabasan dari apa yang disebut Dunia Ketiga secara keseluruhan. Perkembangannya dimulai dari sini. Di Prancis, Jerman, Italia --dan proses  yang sama sedang berlangsung di Inggris-- tidak akan mungkin  memulai aksi  yang  revolusioner tanpa analisis teori tentang  asas dari imperialisme, kolonialisme, dan kekuatan-kekuatan yang  mendorong eksploitasi Dunia Ketiga dengan imperialisme, dan di sisi  lain, kekuatan yang mendorong perjuangan pembebasan massa yang  revolu­sioner menentang imperialisme.Melalui  analisis  tentang  kolonialisme  dan imperialisme kekuatan gerakan mahasiswa Eropa yang paling maju dan  terorgani­sir kembali kepada titik di mana Marxisme dimulai, yakni analisis tentang  masyarakat kapitalis dan sistem kapitalis  internasional di  mana  kita hidup. Jika kita tidak memahami sistem  ini,  kita tidak akan dapat memahami alasan dilakukannya perang kolonial dan gerakan pembebasan di negeri jajahan. Kita juga tidak akan dapat mengerti  kenapa kita harus mengikatkan  diri kepada kekuatan-kekuatan ini di tingkat dunia.Di  Jerman misalnya, proses ini terjadi dalam  waktu  kurang dari enam bulan. Gerakan mahasiswa dimulai dengan mempertanyakan struktur  universitas  yang otoriter, dan  terus menuju masalah imperialisme  dan keadaan Dunia Ketiga, dan dengan menghubungkan diri dengan gerakan pembebasan maja timbul kebutuhan menganalisis kembali neo-kapitalisme di tingkat dunia dan di negeri  di mana mahasiswa-mahasiswa  Jerman itu bergerak. Mereka  kembali kepada titik awal analisis Marxis tentang masyarakat di mana kita hidup untuk  memahami  alasan-alasan terdalam dari masalah  sosial  dan perlawanan.
Kesatuan Teori dan Aksi
Dalam proses keseluruhan kesatuan teori dan aksi yang  dina­mis, teori kadang ada di depan aksi dan sewaktu-waktu aksi tampil di  depan teori. Bagaimanapun, pada setiap titik  keharusan per­juangan mendesak para aktivis untuk memantapkan kesatuan ini pada tingkat yang lebih tinggi.Untuk memahami proses yang dinamis ini kita harus  menyadari bahwa  mempertentangkan aksi langsung dengan studi yang  mendalam itu sepenuhnya keliru. Saya tersentak ketika mengikuti Konferensi Sarjana Sosialis dan pertemuan lainnya yang saya ikuti di Amerika selama dua minggu terakhir, melihat bagaimana pemisahan teori dan praktek terus dipertahankan. Saya seperti sedang mengikuti perde­batan  di  antara orang-orang tuli, di mana  sebagian pengunjung mengatakan, "yang  penting  aksi! Tidak perlu  yang  lain,  yang penting  aksi!"  sementara  di pihak lain  ada yang mengatakan, "Tidak,  sebelum bisa aksi, kita harus tahu apa yang  dikerjakan. Duduk, belajar, dan tulis buku." (tepuk tangan)
Jawaban  yang jelas dari pengalaman sejarah gerakan  revolu­sioner, bukan hanya dari periode Marxis tapi bahkan dari  periode pra-Marxis, adalah kenyataan bahwa keduanya tidak dapat dipisah­kan (tepuk tangan) Aksi tanpa teori tidak akan efisien atau tidak akan  berhasil  melakukan perubahan yang mendasar, atau seperti saya  katakan sebelumnya, kita tidak dapat  membebaskan manusia tanpa sadar. Di pihak lain, teori tanpa aksi tidak akan  mendapat watak ilmiah yang sejati karena tidak ada jalan lain untuk mengu­ji teori kecuali melalui aksi.
Setiap  bentuk  teori yang tidak diuji  melalui  aksi  bukan teori yang sahih, dan dengan sendirinya menjadi teori yang  tidak berguna  dari  sudut pandang pembebasan manusia.  (tepuk tangan) Hanya  melalui usaha terus menerus memajukan keduanya  pada  saat bersamaan,  tanpa pemisahan kerja, maka kesatuan teori dan  aksi dapat dimantapkan, sehingga gerakan revolusioner tersebut, apapun asal usul maupun tujuan sosialnya, dapat mencapai hasilnya. Dalam hubungannya dengan pemisahan kerja, ada satu hal  lain yang  membuat  saya tersentak, dan benar-benar menyentak  karena diajukan  dalam  satu pertemuan orang-orang  sosialis. Pemisahan teori dan aksi yang sudah begitu buruk, kini diberi satu  dimensi baru  dalam gerakan sosialis ketika dikatakan: di satu pihak  ada para  aktivis, orang-orang awam yang kerja kasar. Di  pihak  lain adalah elit yang kerjanya berpikir. Jika elit ini terlibat  dalam aksi demonstrasi,  maka mereka tidak akan punya  waktu  berpikir atau  menulis  buku, dan dengan begitu maka ada  elemen berharga dalam perjuangan yang akan hilang.
Saya  katakan bahwa setiap pernyataan yang  menyebut  adanya pemisahan kerja manual dan kerja pikiran di dalam gerakan revolu­sioner,  yang memisahkan barisan aksi yang kerja kasar dan  elit yang  kerja pikiran, secara mendasar bukan  pernyataan  sosialis. Pernyataan  itu bertentangan dengan salah satu tujuan utama  dari gerakan sosialis, yang ingin mencapai penghapusan pemisahan kerja manual dan intelektual (tepuk tangan) bukan hanya dalam organisa­si tapi, lebih penting lagi, dalam masyarakat secara keseluruhan. Orang-orang  sosialis  revolusioner pada 50 atau 100  tahun  yang lalu  belum  dapat  melihat hal ini dengan jelas,  seperti  kita sekarang ini, saat sudah ada kemungkinan obyektif untuk  mencapai tujuan itu. Kita sudah memasuki satu proses teknologi dan  pendi­dikan yang memungkinkan tercapainya hal itu. Salah satu  pelajaran berharga yang harus kita  ambil  dari kemunduran  Revolusi Rusia, adalah jika pemisahan  antara  kerja manual dan kerja intelektual dipertahankan pada masyarakat  yang sedang dalam transisi dari kapitalisme menuju sosialisme  dalam bentuk  lembaga, maka hasilnya pasti meningkatkan birokrasi  dan menciptakan ketimpangan baru dan bentuk-bentuk penindasan manusia yang tidak sesuai dengan kemakmuran sosialis. (tepuk tangan)
Jadi kita harus mulai dengan menghapus sebisa mungkin setiap gagasan  tentang pemisahan kerja manual dan kerja  pikiran  dalam gerakan  revolusioner. Kita harus bertahan bahwa tidak akan ada teoretisi  yang  baik jika tidak terlibat dalam aksi,  dan  tidak akan ada aktivis yang baik jika tidak dapat menerima,  memperkuat dan memajukan teori. (tepuk tangan)
Gerakan  mahasiswa  Eropa  telah mencoba  mencapai  hal  ini sampai  tingkat tertentu di Jerman, Prancis dan Italia.  Di  sana muncul pemimpin-pemimpin mahasiswa agitator yang juga dapat, jika diperlukan, membangun barikade dan bertempur  mempertahankannya, dan pada saat yang dapat menulis artikel bahkan buku teoretis dan berdiskusi  dengan sosiolog terkemuka, ahli politik  dan  ekonomi dan  mengalahkan mereka dalam bidang ilmu mereka sendiri.  (tepuk tangan) Hal ini makin memperkuat keyakinan bukan  hanya  tentang masa depan gerakan mahasiswa tapi juga tentang masa ketika orang-orang ini sudah berhenti menjadi mahasiswa, dan harus berjuang di bidang lain.
Perlunya Organisasi Revolusioner 
Sekarang saya ingin berbicara tentang aspek lain dari kesat­uan  teori dan aksi yang sudah menjadi perdebatan dalam  gerakan mahasiswa  Eropa  dan Amerika Utara. Saya  secara  pribadi yakin bahwa  tanpa organisasi yang revolusioner, bukan  suatu  formasi yang  longgar  tapi sebuah organisasi yang  serius  dan permanen sifatnya,  maka kesatuan teori dan praktek tidak  akan bertahan lama. (tepuk tangan)
Ada  dua alasan. Yang pertama berhubungan dengan  asas  dari mahasiswa  sendiri.  Status kemahasiswaan, hanya  berlaku  untuk jangka  waktu yang singkat, tidak seperti buruh. Ia bisa menetap di universitas selama empat, lima, enam tahun, dan tidak ada yang dapat  memperkirakan apa yang terjadi  setelah ia  meninggalkan universitas. Pada kesempatan ini saya sekaligus  ingin menjawab salah satu argumen demagogis yang telah digunakan sejumlah pemim­pin  partai-partai komunis di Eropa  yang  menentang  perlawanan mahasiswa. Dengan nada sinis mereka mengatakan: "Siapa mahasiswa-mahasiswa itu? Hari ini mereka berontak, besok mereka akan menja­di bos yang menindas kita. Kita tidak perlu memperhitungkan aksi-aksi mereka dengan serius."
Ini adalah argumen yang tolol karena tidak  mempertimbangkan transformasi revolusioner dari peranan lulusan universitas sekar­ang  ini. Jika mereka melihat angka-angka statistik, maka mereka akan  tahu  bahwa hanya sebagian kecil dari  lulusan  universitas yang  bisa  menjadi kapitalis atau agen-agen langsung  dari  para kapitalis  ini. Apa yang mereka khawatirkan mungkin saja  menjadi kenyataan  jika  jumlah  lulusan itu hanya 10.000,  15.000  atau 20.000 orang dalam satu tahun. Tapi sekarang ada satu juta, empat juta,  lima  juta mahasiswa, dan tidak  mungkin kebanyakan  dari mereka  akan  menjadi kapitalis atau  manejer  perusahaan karena tidak ada lowongan sebanyak itu untuk mereka.
Argumen  demagogis  ini ada  benarnya.  Lingkungan  akademis memang  memiliki konsekuensi tertentu terhadap tingkat  kesadaran sosial  dan aktivitas politik seorang mahasiswa. Selama ia  tetap di  universitas, maka lingkungannya mendukung aktivitas  politik. Ketika ia meninggalkan universitas, lingkungan ini tidak ada lagi di sekelilingnya, dan ia makin mudah ditekan oleh  ideologi  dan kepentingan borjuasi atau borjuasi kecil (petty-bourgeoisie). Ada ancaman bahwa ia akan melibatkan dirinya dalam lingkungan  sosial yang  baru  ini, apapun bentuknya.  Ada  kemungkinan  terjadinya proses  mundur ke posisi intelektual reformis atau liberal  kiri yang tidak lagi berhubungan dengan aktivitas revolusioner.
Penting untuk mempelajari sejarah SDS Jerman, yang dalam hal ini  adalah  gerakan mahasiswa revolusioner yang  paling  tua  di Eropa.  Setelah dikeluarkan dari kalangan Sosial Demokrat  Jerman sembilan tahun yang lalu satu generasi mahasiswa SDS yang militan meninggalkan  universitas. Setelah beberapa tahun, dengan  tidak adanya organisasi revolusioner, kebanyakan  orang-orang  militan ini, terlepas dari keinginan mereka untuk tetap teguh dan menjadi aktivis  sosialis,  tidak  aktif lagi dalam  politik  dari  sudut pandang revolusioner. Jadi, untuk memelihara kelanjutan aktivitas revolusioner  ini,  kita harus punya organisasi yang lebih luas jangkauannya  dari organisasi mahasiswa biasa, sebuah  organisasi di mana mahasiswa dan bukan mahasiswa dapat bekerja sama.Dan ada alasan yang lebih penting lagi, di balik kepentingan kita memiliki  satu organisasi partai. Karena  tanpa  organisasi semacam itu, tidak akan dapat dicapai kesatuan aksi dengan  kelas buruh  industri,  dalam pengertian yang  paling  umum sekalipun. Sebagai  Marxis,  saya tetap yakin bahwa tanpa aksi  kelas  buruh tidak  akan mungkin masyarakat borjuis ini ditumbangkan  dan  itu berarti  tidak mungkin juga dibangun masyarakat sosialis.  (tepuk tangan)
Di sini sekali lagi kita lihat bagaimana pengalaman  gerakan mahasiswa,  pertama  di Jerman, lalu Prancis dan Italia,  sudah berhasil  mencapai  kesimpulan teoretis tersebut  dalam praktek. Diskusi  yang  sama  tentang relevan atau tidaknya  kelas  buruh industri  bagi  aksi revolusioner dilakukan setahun  atau  bahkan enam bulan yang lalu di negara-negara seperti Jerman dan Italia.Masalah  ini  ditempatkan  dalam praktek  bukan  hanya oleh peristiwa revolusioner selama Mei-Juni 1968 di Prancis, tapi juga oleh aksi bersama mahasiswa di Turin dengan buruh Fiat di Italia. Ini  juga diperjelas dengan usaha-usaha sadar  dari  SDS  Jerman untuk melibatkan bagian dari kelas buruh di dalam agitasi mereka di  luar universitas menentang perusahaan penerbit Springer dan kampanyenya dalam mencegah diberlakukannya undang-undang  darurat yang akan mencegah kebebasan sipil.
Pengalaman  seperti  ini mengajarkan  gerakan  mahasiswa  di Eropa  Barat bahwa mereka harus menemukan jembatan  dengan  kelas buruh industri. Masalah ini memiliki sejumlah aspek yang  berbeda dengan tingkatan yang berbeda pula. Ada masalah programatik  yang tidak dapat saya jabarkan sekarang. Hal yang diungkapkan di  sini adalah bagaimana mahasiswa dapat mendekati buruh, bukan  sebagai guru,  karena buruh tentunya menolak hubungan seperti itu,  tapi dengan cara masuk ke dalam lapangan kepentingan yang sama. Terutama diuraikan masalah organisasi partai. Selain  penga­laman  kalah beberapa kali untuk membangun kolaborasi di  tingkat rendahan dalam aksi-aksi langsung antara sejumlah kecil mahasiswa dan  sejumlah  kecil buruh, setelah tiga  sampai  delapan  bulan, persekutuan itu akan hilang. Bahkan jika kalian memulai lagi dari awal,  dan  saat keseimbangan sudah tercapai, maka  sedikit  saja yang tersisa.
Kegunaan organisasi revolusioner yang permanen adalah  untuk menyediakan integrasi timbal balik antara mahasiswa dan  perjuan­gan  kelas buruh oleh para pelopornya secara terus menerus.  Ini bukan sekadar kesinambungan yang sederhana  dalam  batas  waktu tertentu,  tapi sebuah kelanjutan ruang antara kelompok-kelompok sosial  yang berbeda yang memiliki tujuan sosialis  revolusioner yang sama.Kita  harus kritis  melihat apakah  integrasi  seperti  ini memang mungkin secara obyektif. Melihat pengalaman  di  Prancis, Italia,  dan  sejumlah negara Eropa Barat  lainnya,  maka  dengan mudah  kita bisa bilang ya. Dan garis inipun dapat  dipertahankan di Amerika Serikat. Dengan alasan-alasan historis yang juga tidak dapat  saya  uraikan sekarang, sebuah situasi  khusus muncul  di Amerika Serikat di mana mayoritas kelas buruh, yakni kelas buruh kulit putih, belum menerima gagasan sosialis tentang aksi revolu­sioner. Ini fakta yang tidak dapat ditandingi.
Tentu  saja  hal ini dengan cepat  dapat  berubah.  Sejumlah orang  berpendapat seperti itu di Prancis, hanya beberapa  minggu sebelum  tanggal 10 Mei 1968. Namun, bahkan di  Amerika Serikat, ada  minoritas  dalam kelas buruh industri  yang  penting,  yaitu buruh  kulit hitam. Tak seorangpun bisa mengatakan bahwa  setelah dua  tahun terakhir mereka tidak dapat menerima gagasan  sosialis atau  tidak mampu menjalankan aksi revolusioner. Di  sini paling tidak  ada kemungkinan langsung terjadinya kesatuan antara  teori dan praktek di sebagian kalangan kelas buruh.
Sebagai  tambahan, kiranya penting untuk menganalisa  kecen­derungan sosial dan ekonomi yang dalam jangka panjang akan  meng­guncang  ketidakpedulian  politik yang platen  dan konservatisme kelas buruh kulit putih. Pelajaran dari Jerman dengan  lingkungan yang  sangat mirip membuktikan bahwa hal  itu  mungkin terjadi. Beberapa  tahun lalu di kalangan kelas buruh di Jerman  mengendap stabilitas,  konservatisme,  dan integrasi  masyarakat  kapitalis yang tidak terguncang,  sama seperti Amerika  Serikat  di  mata banyak orang sekarang ini. Hal ini sudah mulai berubah. Kasus ini memperlihatkan bahwa pergeseran kecil di dalam perimbangan kekua­tan, yaitu penurunan tingkat ekonomi, dan serangan dari pengusaha terhadap  struktur serikat buruh tradisional dan  hak-hak  dapat menciptakan ketegangan sosial yang mampu mengubah banyak hal.
Tugas saya di sini tidak lebih dari memberi informasi kepada kalian tentang masalah-masalah perjuangan kelas kalian  sementara tugas kalian adalah menyadari bahwa kalian harus bergabung dengan buruh.  Saya hanya akan menunjukkan satu di antara sekian  banyak saluran tempat  kesadaran sosialis  dan  aktivitas revolusioner dapat menghubungkan  mahasiswa dan buruh,  seperti  ditunjukkan bukan  hanya  oleh Eropa Barat tapi juga oleh  Jepang. Rangkaian penghubung  ini adalah pemuda dari kalangan kelas buruh.  Sebagai konsekuensi dari perubahan teknologi selama beberapa tahun terak­hir  yang  mempengaruhi struktur kelas buruh,  sistem pendidikan borjuis tidak dapat mempersiapkan buruh-buruh muda, atau sebagian dari  buruh muda ini, untuk memainkan peran baru dalam  teknologi yang  telah  berubah  bahkan dari sudut pandang para kapitalis sendiri. Amerika Serikat adalah contoh yang jelas tentang  kehan­curan  total dari pendidikan bagi buruh muda berkulit hitam  yang tingkat  penganggurannya  sama tinggi seperti tingkat  rata-rata pengangguran seluruh kelas buruh di masa depresi. Kenyataan  ini memperlihatkan  apa yang tengah terjadi di kalangan pemuda  kulit hitam negeri itu. Ini hanyalah ekspresi dari kecenderungan umum yang mendikte kepekaan ekstrem terhadap segala sesuatu yang terjadi di kalangan muda.  Kebusukan dan kemacetan sistem sosial sekarang  ini  jelas menunjukkan ketidakberpihakan para penguasanya kepada kaum  muda. Para penguasa Prancis selama peristiwa Mei tidak  membeda-bedakan antara  mahasiswa, pegawai dan buruh muda. Mereka memperlakukan semuanya sebagai musuh.Contoh  kongkret  dari ini adalah insiden  di Flins  ketika terjadi demonstrasi besar. Setelah seorang anak sekolah  dibunuh oleh  polisi muncul kegelisahan besar. Polisi bergerak masuk  dan mulai memerika para demonstran, memerika kartu identitas  orang-orang  yang  lewat. Setiap orang yang berusia di bawah 30 tahun ditangkap karena dianggap potensial sebagai pemberontak,  sebagai orang yang akan bergerak menghantam polisi. (tepuk tangan)
Jika  kalian  secara  seksama  membaca  buku-buku  sekarang, industri  film dan bentuk-bentuk refleksi kenyataan  sosial  yang lain di dalam suprastruktur budaya selama lima atau sepuluh tahun terakhir,  kalian akan lihat bahwa di samping  semua  pembicaraan yang palsu tentang kenakalan remaja, kaum borjuis telah menggam­barkan jenis pemuda yang dihasilkan sistemnya dan juga  semangat memberontak  dari  kaum muda. Ini tidak terbatas  bagi mahasiswa atau  kelompok  minoritas seperti orang kulit  hitam  di  Amerika Serikat. Ini juga berlaku bagi buruh-buruh muda.Kiranya perlu dipelajari apa yang ada lingkungan buruh-buruh muda karena perjuangan memenangkan mereka kepada kesadaran sosia­lis, kepada gagasan-gagasan revolusi sosialis kelihatannya  pent­ing  bagi  negeri-negeri Barat selama  sepuluh  sampai  limabelas tahun mendatang.  Jika kita berhasil mengangkat kaum  muda  yang terbaik menjadi sosialis revolusioner --saya  pikir  ini  sudah mulai dilakukan di negeri-negeri Eropa Barat-- kita  bisa yakin tentang kemajuan  gerakan kita. Jika kemungkinan ini lepas  dan kebanyakan  orang muda berpihak ke kalangan ekstrem kanan,  maka kita  akan kalah dalam perjuangan yang menentukan dan akan  masuk ke  dalam liang kubur bersama sosialis Eropa dan gerakan revolusioner di tahun 1930-an.
Persatuan  teori dan praktek juga berarti bahwa  serangkaian gagasan  kunci  dari gerakan sosialis  dan tradisi revolusioner telah  ditemukan kembali sekarang. Aku tahu bahwa sebagian orang dalam  gerakan mahasiswa di Amerika  Serikat  ingin  menciptakan sesuatu  yang  sama sekali baru. Aku sepenuh hati  setuju dengan setiap  usulan yang menginginkan sesuatu yang lebih baik,  karena apa  yang  telah dicapai oleh generasi-generasi  sebelumnya  juga kurang  meyakinkan dari  sudut  pandang  pembangunan  masyarakat sosialis. Tapi penting juga aku utarakan peringatan. Jika  kalian menyangka  sedang menciptakan sesuatu yang baru, yang  sebenarnya sedang  dilakukan adalah mundur ke masa lalu  yang  jauh  lebih terbelakang dari masa lalu Marxisme.
Semua gagasan baru yang dimajukan dalam gerakan mahasiswa di Eropa selama tiga atau empat tahun terakhir, dan menjadi  populer di  kalangan mahasiswa Amerika Serikat, sebenarnya sudah  sangat tua umurnya. Alasannya sangat sederhana. Kecenderungan logis dari evolusi  sosial dan kecenderungan kritik  sosialis dikembangkan dalam  jalur  para pemikir besar abad 18 dan  19. Terlepas  dari kalian  suka atau tidak, hal itu memang benar, dan berlaku  bagi ilmu sosial sekaligus ilmu alam yang rangkaian hukumnya  dicipta­kan  di masa lalu. Jika kalian ingin mengembangkan  kecenderungan baru,  kalian harus maju dari landasan yang merupakan hasil  ter­baik dari generasi-generasi sebelumnya. Keinginan  untuk  senantiasa menciptakan sesuatu  yang baru hanyalah  satu  aspek  awal dari radikalisme  mahasiswa.  Ketika gerakan  sudah  berkembang menjadi besar dan  bisa  memobilisasi massa yang besar maka yang akan terjadi adalah sebaliknya seperti ditunjukkan para sosiologis Prancis ketika melihat kejadian bulan Mei 1968. Saat itu massa mahasiswa revolusioner yang  luas ber­juang  menemukan kembali tradisi sejarah dan  akar-akar historis mereka. Mereka  seharusnya sadar bahwa mereka akan lebih  kuat  jika mengatakan: perjuangan kami adalah perpanjangan dari  perjuangan untuk kebebasan yang dimulai 150 tahun lalu, atau  bahkan  2.000 tahun  lalu  ketika budak-budak  pertama memberontak   terhadap tuannya. Ini akan jauh lebih meyakinkan daripada mengatakan: kami melakukan sesuatu yang sama sekali baru yang terputus dari sejar­ah  dan  terisolasi dari keseluruhan masa lalu seakan masa  lalu tidak  pernah mengajarkan apa-apa kepada kita dan tidak ada  yang dapat kita pelajari dari itu. (tepuk tangan)
Masalah ini akhirnya akan membawa aktivis mahasiswa  kembali pada beberapa konsep historis dasar dari sosialisme dan Marxisme. Kita  telah melihat bagaimana gerakan mahasiswa di Prancis,  Jer­man,  Italia dan sekarang Inggris kembali kepada  gagasan-gagasan revolusi  sosialis dan demokrasi buruh. Bagi  seseorang  seperti saya, sangat menggembirakan melihat bagaimana gerakan revolusion­er  Prancis mempertahankan hak kebebasan berbicara,  dan menghu­bungkannya dengan  tradisi terbaik  dari  sosialisme.  Pertemuan kalian sekarang ini juga memperbarui kembali tradisi internasion­alisme  dari  sosialisme lama dan Marxisme ketika kalian  bilang bahwa perlawanan mahasiswa bersifat mendunia dan  bahwa  gerakan mahasiswa itu bersifat internasional. Ini adalah internasionalisme yang sama, dengan akar-akar dan tujuan yang sama seperti internasionalisme dari sosialisme,  sama seperti  internasionalisme  dari kelas  buruh. Masalah-masalah internasional  yang  dihadapi adalah masalah  solidaritas  dengan kawan-kawan kita di Meksiko, Argentina dan Brasil yang  memimpin perjuangan  besar,  yang  mengangkat revolusi  Amerika  Latin  ke tingkat lebih tinggi setelah menderita kekalahan karena  kepemim­pinan  yang buruh, reaksi internal dan represi imperialis  selama tahun-tahun belakangan ini. Kita harus menyanjung kekuatan  maha­siswa-mahasiswa Mexico. (tepuk tangan) Dalam beberapa hari mereka telah mengubah situasi politik secara mendasar di negeri itu  dan membuang topeng demokrasi palsu yang dipasang pemerintah  Mexico untuk  menerima  jutaan dolar dari penonton-penonton  Olimpiade. Sekarang setiap orang yang menonton Olimpiade akan tahu bahwa  ia telah mengunjungi  negeri di mana para  pemimpin  serikat  buruh kereta apinya ditahan bertahun-tahun setelah masa tahanan  mereka berakhir; negeri di mana banyak pemimpin politik  kalangan  kiri dipenjara  bertahun-tahun tanpa  pengadilan,  di  mana pemimpin mahasiswa  dan ribuan milisi mahasiswa ditahan di  penjara  tanpa landasan  hukum. Protes mereka yang heroik  memiliki konsekuensi bagi  masa depan politik Meksiko dan perjuangan kelas  di  negeri itu. (tepuk tangan)
Penting  juga kiranya mengutarakan beberapa patah kata  ten­tang  mahasiswa tahanan di negeri-negeri semi kolonial  lainnya, yang  tidak pernah dibicarakan orang, seperti pemimpin mahasiswa Kongo yang telah ditahan selama hampir satu tahun karena  mengor­ganisir sebuah demonstrasi kecil menentang perang Vietnam ketika wakil presiden Humphrey bertandang ke sana. Kita tidak boleh lupa bahwa pemimpin-pemimpin mahasiswa Tunisia yang ditahan selama dua belas tahun dengan alasan yang sama, memimpin sebuah demonstrasi. Duabelas tahun di penjara! Kita harus menyadarkan masyarakat agar kejahatan penindas seperti ini tidak akan terlupakan.
Akhirnya, kita tidak boleh lupa perjuangan melawan intervensi  Amerika  Serikat di Vietnam, yang  tetap menjadi  perjuangan utama  di dunia sekarang ini. Dengan dimulainya negosiasi itu  di Paris,  tidak  berarti bahwa tidak ada yang  dapat  kita  lakukan untuk membantu perjuangan kawan-kawan kita di Vietnam. Untuk itu, saya  mengajak kalian ikut dalam aksi dunia yang  dimulai  oleh gerakan mahasiswa Jepang, Zengakuren, Federasi Mahasiswa  Revolu­sioner Inggris bersama dengan Kampanye Solidaritas Vietnam,  dan Komite Mobilisasi Mahasiswa di sini. Ini adalah Minggu  Solidaritas  untuk revolusi Vietnam, dari tanggal 21 sampai  27  Oktober. Minggu  ini ratusan ribu mahasiswa, buruh muda  dan  revolusioner muda  akan turun ke jalan bersamaan untuk mencapai  tujuan-tujuan yang  diajukan kawan-kawan Vietnam! Perlihatkan pada dunia  bahwa di  Amerika  Serikat  ada ratusan ribu  orang  yang menginginkan penarikan  kembali pasukan Amerika dari Vietnam. Itu  pasti  akan berhasil. (terputus oleh tepuk tangan)
* * *

Minggu, 03 April 2016

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA




Perkembangan kognitif dan bahasa pada individu akan memengaruhi proses belajarnya. Dalam memahami berbagai tahapan perkembangan individu, baik kognitif, bahasa, ataupun psikososial, perlu dipahami beberapa prinsip dasar perkembangan manusia, sebagai berikut :
a.       Proses perkembangan sebagai pola yang dapat diprediksi (predictable sequence). Tahapan perkembangan mengikuti pola-pola yang dialami individu pada umumnya. Misalnya, bayi berusia 2 bulan akan mulai dapat memiringkan badan dan menelungkupkan badan.
  1. Setiap individu berkembang dengan kecepatan yang berbeda. 
  2. Peningkatan kecepatan perkembangan dapat timbul selama masa perkembangan 
  3. Perkembangan dipengaruhi oleh pola asuh dan lingkungan 
  4. Dalam masa perkembangan, setiap individu memiliki sensitive period, masa-masa kritis dalam perkembangan individu. 
A.     Definisi Perkembangan Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan . Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Jean Piaget lahir di Neuchatel, Swiss. Sejak kecil, ia tertarik pada alam dan senang mengamati burung-burung, ikan, dan binatang lainnya di alam bebas, sehingga akhirnya tertarik pada pelajaran biologi di sekolah. Sejak umur 10 tahun ia telah menerbitkan karangan pertamanya tentang burung “Pipit Albino” pada majalah ilmu pengetahuan alam. Pada umur 15 tahun ia menolak tawaran sebagai curator koleksi moluska di museum Ipa di Geneva, karena ingin menyelesaikan sekolah menengahnya. Pada tahun 1916, Piaget menyelesaikan pendidikan sarjana bidang biologi di Universitas Neuchatel. Pada usia 21 tahun ia telah menyelesaikan disertasi tentang moluska dan memperoleh gelar doctor filsafat. Setelah menyelesaikan pendidikan formal, Piaget memutuskan untuk mendalami psikologi di Zurich. Pada tahun 1919, ia meninggalkan Zurich dan pergi ke Paris. Selama dua tahun, ia tinggal di Universitas Sorbonne, belajar psikologi klinis, logika, serta epistemology.
B.       Teori Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Piaget
      1.    Konsep Kunci
                         Piaget mengajukan empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep yang dimaksud adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.
a.     Skema
Skema menggambarkan tindakan mental dan fisik dalam mengetahui dan memahami objek.Dalam pandangan Piaget Skema meliputi kategori pengetahuan dan proses memperoleh pengetahuan.Misalnya anak memiliki skema tentang jenis binatang , misalnya kambing.Apabila anak hanya memiliki pengalaman bahwa kambing itu kecil, maka dia akan menggeneralisasikan bahwa semua kambing adalah binatang kecil. Namun seandainya anak itu menghadapi kambing yang besar, anak itu akan memasukkan informasi baru, memodifikasi skema yang telah dimiliki, yang pada akhirnya dia dapat mengatakan bahwa kambing itu ada yang besar dan ada pula yang kecil.
b.    Asimilasi
Merupakan proses memasukkan informasi ke dalam skema yang telah dimiliki.Proses ini agak bersifat subjektif, karena seseorang cenderung memodifikasi pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan menggunakan contoh tersebut, dengan melihat kambing kemudian anak itu menamakannya kambing. Maka, anak itu telah mengasimilasikan binatang tersebut ke dalam skema kambing yang ada pada anak tersebut.
c.    Akomodasi
                             Akomodasi merupakan proses mengubah skema yang telah dimiliki ke dalam informasi baru. Skema akan terus dikembangkan selama akomodasi.
d.   Ekuilibrium
Piaget percaya bahwa setiap anak mencoba memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi dengan menerapkan mekanisme keseimbangan.

Anak mengalami kemajuan karena adanya perkembangan kognitif, maka penting untuk mempertahankan keseimbangan antara menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya (asimilasi) dan mengubah perilaku karena adanya pengetahuan baru (akomodasi). Ekuilibrium ini menjelaskan cara anak berfikir ke tahap selanjutnya.
Menurut Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari lahir hingga dewasa . setiap tahap ditandai oleh munculnya kemampuan intelektual baru dimana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks. Berikut kita akan lihat tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Paiget, seperti yang terdapat dalam kolom berikut :
Tahap
Umur
Karakteristik dan Kemampuan
Sensorimotor
0 hingga 2 tahun
Mulai mempergunakan imitasi, ingatan dan fikiran, mulai mengerti bahwa objek tidak hilang ketika disembunyikan.
Pra-Operasional
2 hingga 7 tahun
Secara gradual mengembangkan penggunaan bahasa dan kemampuan untuk berfikir dalam bentuk simbolik, berfikirnya masih egosentris dan berpusat. Anak mulai menjelaskan dunia dengan kata dan gambar
Operasional-Konkret
7 hingga 11 tahun
Mampu mengatasi masalah-masalah konkret secara logis, memahami hukum-hukum percakapan, mampu mengklasifikasikan dan mengurutkan dari besar ke kecil begitu juga sebaliknya
Memahami reversibilitas ( kemampuan untuk memikirkan serangkaian langkah, lalu membalikkan langkah itu secara mental kembali ke titik awal.
Operasional Formal
11 hingga dewasa
Mampu berfikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan masalah. Mengembangkan tentang isu-isu sosial dan identitas.

2.    Implikasi Pembelajaran
Terdapat beberapa hal yang dapat dimanfaatkan untuk dasar pertimbangan tatkala mengajar:
a.    Tatkala guru mengajar hendaknya menyadari  bahwa banyak siswa remaja yang belum dapat mencapai tahap berfikir operasional formal secara sempurna, kondisi ini menuntut konsekuensi pada penyusunan kurikulum, hendaknya tidak terlalu formal dan abstrak.
b.    Kondisi pembelajaran diciptakan dengan nuansa eksplorasi dan penemuan.
c.    Metode pembelajaran hendaknya mengarah pada konstruktivisme
d.   Setiap akhir pembelajaran siswa diminta membuat “map mind”
Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku. Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi :
Struktur : Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
Isi      : Merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
Fungsi : adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organism kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi system-sistem yang teratur dan berhubungan.

C.       Asumsi Dasar Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Beberapa asumsi dasar dari teori perkembangan kognitif Piaget:
·           Anak bersifat aktif dan “motivational learner” 
·           Anak membangun pengetahuan dari pengalaman langsung 
·           Anak belajar melalui asimilasi dan akomodasi
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
  • Interaksi penting melalui interaksi fisik dan lingkungan sosial 
  • Kompleksitas tingkatan kognitif melalui equilibrium, yaitu kondisi dimana individu dapat menjelaskan konsep-konsep baru yang dipahaminya. 
  • Perkembangan kognitif hanya dapat terjadi setelah masalah-masalah neurologis teratasi. 

Tahapan Perkembangan Kognitif


1. Sensorimotor Stage
  • Skema yang terbentuk berdasarkan persepsi terhadap obyek nyata yang dilihat. 
  • Belum dapat melakukan skema mental. 
  • Melakukan eksperimen trial-error. 
2. Preoperational Stage
  • Skema yang dimiliki sudah merepresentasikan objek yang dilihat, tetapi masih belum melakukan penalaran logis. 
  • Mulai dapat melakukan Symbolic thinking, walaupun masih dalam bentuk illogical. Misalnya, anak mengenal konsep bandut, dan mengenali badut walaupun dalam kostum badut yang berbeda. 
  • Preoperational egocentrism : kemampuan melihat situasi dari sudut pandang orang lain 
  • Egocentric speech : mengatakan sesuatu tanpa menyadari maknanya secara penuh 
3. Concrete operational stage
  1. Mulai dapat berpikir logis seperti orang dewasa tetapi masih terbatas dalam pemahaman realitas nyata. 
  2. Dapat melakukan klasifikasi
  3. Dapat melakukan penalaran deduktif
4. Formal Operational stage
  • Proses penalaran logis terhadap objek abstrak mulai terbentuk sama baiknya dengan penalaran logis pada objek konkret. 
  • Mulai dapat membuat konsep abstrak, hipotesis, ataupun kesimpulan. 

D. Teori Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner
1.    Konsep Kunci
            Brunner dalam menyusun teori perkembangan kognitif memperhitungkan enam hal.
a.    Perkembangan intelektual ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus.
b.    Pertumbuhan tergantung pada perkembangan intelektual dan system pengolahan informasi yang dapat menggambarkan realita.
c.    Perkembangan intelektual memerlukan peningkatan kecakapan untuk mengatakan pada dirinya sendiri dan orang lain, melalui kata – kata atau symbol.
d.   Interaksi antara guru dengan siswa adalah penting bagi perkembangan kognitif.
e.    Bahasa menjadi kunci perkembangan kognitif.
f.     Pertumbuhan kognitif ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan dan mengalokasikan perhatian secara runtut pada berbagai situasi.
2.  Tahap Perkembangan
     Bruner mengelompokan ada tiga perkembangan kognitif :
1.  Tahap enaktif.
     Pada tahap ini anak memahami ligkungannya.  Contohnya saja anak yang sedang belajar naik sepeda.
2.    Tahap ikoni.
     Pada tahap ini informasi dibawa anak melalui imageri. Karakteristik tunggal pada obyek yang diamati dijadikan sebagai pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan memori visual.
3.    Tahap simbolik.
     Pada tahap ini tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman perseptual sudah berkembang. Pada tahap simbolik ini memberikan peluang anak untuk menyusun gagasan secara padat, misalnya menggunakan gambar yang saling berhubungan atau mengunakan bentuk-bentuk tertentu.
3.    Implikasi terhadap Pembelajaran
1.   Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Guru perlu memperlihatkan fenomena atau masalah kepada anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara atau pengamatan terhadap objek.
2.   Anak, terutama pada pendidikan anak usia dini dana anak SD kelas rendah, akan belajar dengan baik apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat, merasakan, mencium, dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran diskoveri atau pendekatan pembelajaran induktif lainnya akan lebih efektif dalam proses pembelajaran anak.
3.   Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak. Oleh karena itu, pengalaman baru yang dipelajari anak harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak.

E.          Teori Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Vygotsky
Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori vygotsky  (Tappan, 1998) : (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila di analisis dan pahami apabila dianalisis dan di interpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif yang di mediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untukmembantu dan menstraformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi social dan dipengaruhi oleh latarbelakag sosiokultural.
Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanak kanak awal (early childhood), bahasa mulai digunaka sebagai alat yang membantu anak untuk merancang aktivitas dan memecahkan problem. Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan social dan kebudayaan. Oleh karena itu karena itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan social dan cultural ( Holland, dkk 2001 ). Dia percaya bahwa perkembangan memori , perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, system matematika, dan strstegi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga ini dimaksudkn mungkin berupa pelajaran menghitung dengan menggunkan computer, namun dalam kultur yang berbeda, pembelajaran ini mungkin berupa pelajaran berhitung menggunakan batu dan jari.
Teori vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi  situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang mencaku objek artifak, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan kognitif berasal dari situasi social.
Vygotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proxsimal development (ZPD). Zone of proximal development (ZPD) adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Untuk memahami batasan ZPD anak, terdapat batasan atas, yaitu tingkat tanggung  jawab atau tugas tambahan yang dapat dikerjakan anak dengan bantuan instruktur yang mampu, diharapkan pasca bantuan ini anak tatkala melakukan tugas  sudah mampu tanpa bantuan orang lain dan batas bawah, yang dimaksud adalah tingkat problem yang dapat dipecahkan oleh anak seorang diri.
ZPD menurut vygotsky menunjukkan akan pentingnya pengaruh social, terutama pengaruh instruksi atau pengajaran terhadap perkembangan kognitif anak ( Hasse, 2001).  Salah satu Contoh aplikasi konsep ZPD adalah tutorial tatap muka yang diberikan pada guru Selandia Baru dalam program Reading Recovery. Tugas ini dimulai dengan tugas membaca yang sudah dikenal dengan baik, kemudian  pelan-pelan memperkenalkan strategi membaca yang belum dikenal dan kemudian menyerahkan control aktivitas kepada si anak sendiri ( Clay & Cazden dalam Santrocks, 2008 ).
Scaffolding yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih ahli ( guru atau siswa yang lebih mampu ) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang di capai. Ketika tugas siswa yang akan di pelajari merupakan tugas baru, maka orang yang lebih ahli dapat menggunakan teknik intruksi langsung. Saat kemampuan sisa meningkt, maka semakin sedikit bimbingan yang diberikan.
Dialog merupakan alat penting dalam teknik ini di dalam ZPD . Didalam hal ini vygotsky menganggap anak memmpunyai konsep yang banyak, namun tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tatkala anak mendapatkan bimbingan dari para ahli, mereka akan membahas konsep yang lebih sitematis, logis ,dan rasional.
Bahasa dan pemikiran. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk berkomunkikasi saja, melainkan juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri, dinamakan pembicaraan batin (inner speech) atau berbicara sendiri (private speech). Menurut piaget, berbicara sendiri bersifat egosentris dan tidak dewasa tetapi menurut vygotsky adalah alat penting bagi pemikiran selama mas kanak kanak. Tatkala anak sering meakukan pembicaraan batin, ia justru akan lebih kompeten secara social. Karena anak menginternalisasikan pembicaraan egosentrisnya dalam bentuk pembicaraan batin kemudian pembicaraan batin ini menjadi pemikiran mereka. Oleh karena itu pembicaraa batin dapat mempresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komuniktif secara social.
Implikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn menggunakan teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud adalah :
a.  Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur materi pembelajaran. Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun strategi mengajarnya, sehingga tidak melulu selalu memberikan bimbingan kepada siswa. Dampak pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang diharapkan dan mencapai ZPD pada batas atas.
b.    Untuk mengembangkan pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.
c.    Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya menggunakan teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat mencapai keahlian pada batas atas ZPD.

F.       Teori Perkembangan Bahasa Menurut Pandangan Chomsky
1.    Pengertian
Perkembangan bahasa dalam psikolinguistik diartikan sebagai proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tatabahasa dari ucapan – ucapan, memilih ukuran penilaian tatabahasa yang paling tepat dan paling sederhana (Tarigan, 1986 : 243). Proses perkembangan bahasa dijelaskan melalui dua pendekatan :
a.    Navistik : struktur bahasa telah ditentukan secara biologik sejak lahir (tarigan,1986 :257)
b.    Empiris : kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam berinteraksi dengan lingkungan (orang dewasa yang berbahasa).
2.  Tahap –  tahap Perkembangan
Perkembangan bahasa sebagai aspek universal berlangsung dalam suatu pola yang bertahap :
a.    Tahap Pralinguistik : perkembangan permulaan bahasa yang dimulai sejak usia mulai 3 bulan. Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai fungsi komunikatif.
b.    Tahap Halofrastik : pada usia sekitar satu tahun anak mulai mengucapkan kata – katanya pertama.contoh : “kursi “.
c.    Tahap kalimat dua kata : anak mulai lebih banyak kemungkinan untuk menyatakan maksud dan berkomunikasi dengan kalimat dua kata .contoh “ kucing papa “.
d.   Tahap perkembangan tata bahasa : berkisar antara 2 – 5 tahun, anak mulai mengembangkan sejumlah sarana tata bahasa, panjang kalimat bertambah, ucapan yang dihasilkan semakin kompleks.
e.  Tahap perkembangan tata bahasa menjelang dewasa  : berkisar 5 – 10 tahun, anak mulai mengembangkan struktur tata bahasa yang lebih rumit.
f.     Tahap kompetensi lengkap : berkisar 11 tahun sampai dewasa,anak semakin lancar dan fasih dalam berkomunikasi dengan bahasa.


Kemampuan Berbahasa dan Berpikir
Berpikir merupakan rangkaian proses kognisi yang bersifat pribadi yang berlangsung selama terjadinya stimulus sampai dengan munculnya respon ( Morgan 1989 :228 ).
Dalam aktivitas berpikir di dalamnya melibatkan bahasa.Berpikir merupakan percakapan dalam hati.Bahasa merupakan alat untuk berpikir mengekspresiakn hasil pemikiran tersebut.Jadi berpikir dan berbahasa merupakan dua aktivitas bersamaan.Faktor yang paling berperan adalah faktor kognisi.

G. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi  Perkembangan Bahasa
a.    Faktor Biologis
     Kemampuan kodrati atau alami yang memungkinkannya menguasai bahasa.Potensi alam ini bekerja secara otomatis.
b.    Faktor lingkungan
     Lingkungan yang kaya dengan kemampuan bahasanya akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi berkembangnya bahasa individu yang tinggal di dalamnya.
Implikasi dalam Pembelajaran
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, di antaranya adalah :
a.    Mengupayakan lingkungan yang dapat memberikan kesempatan seluas – luasnya bagi perkembangan bahasa secara optimal.Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat perlu dikembangkan menjadi lingkungan yang dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar, berlatih, dan mengembangkan kemampuan bahasa.
b.  Pengenalan sejak dini terhadap lingkungan yang memiliki variasi kemampuan bahasa pada anak sangat diperlukan untuk memacu perkembangan bahasa.
c.    Mengembangkan strategi untuk mempermudah penguasaan bahasa. Antara lain: cara untuk memudahkan mengingat, meniru, mengalami langsung dan bermain.

Implikasi Perkembangan Kognitif dan Bahasa terhadap Pendidikan

Prinsip
Implikasi Pendidikan
Anak secara aktif mengkonstruk pengetahuannya
Stimulasi anak dengan memberikan kesempatan berkesperimen dengan objek dan event
Interaksi sosial penting dalam mengembangkan kemampuan kognitif
Stimulasi anak dengan kesempatan untuk menunjukkan atau membagi ide2 nya ataupun perspective sudut pandangnya
Perkembangan kognitif melibatkan informasi baru untuk prior knowledge-nya
Pastikan anak memiliki prior knowledge dan pengalaman yang dapat digunakan untuk menghubungkan materi-materi baru. Gunakan pengetahuan sebelumnya untuk membantu memahami berbagai ide dan informasi baru
Pengetahuan anak proses kognitifnya meningkat dan lebih terorganisasi / terintegrasi
Bantu siswa untuk menemukan hubungan2 antara konsep dan ide
Kesiapan siswa dalam menyelesaikan tugas menentukan apakah tugas tersebut turut meningkatkan kemampuan kognitifnya
Bagi tugas sesuai level pemahaman
Perkembangan kognitif dan bahasa saling terhubung
Kembangkan kemampuan kognitif dan bahasa secara simultan dengan memanfaatkan pelajaran atau materi yang ada

H.           Kesimpulan        
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah produk dari proses biologis, kognitif, dan sosioemosional, yang sering kali saling terkait. Periode perkembangan mencakup bayi, anak-anak awal, menengah dan akhir, remaja, dan dewasa awal. Jean Piaget mengajukan teori tentang perkembangan kognitif anak yang melibatkan proses-proses penting: skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, ekuilibrasi. Dalam teorinya, perkembangan kognitif terjadi dalam urutan empat tahap, yaitu sensori motor (dari kelahiran hingga usia 2 tahun), pra-operasional (3-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11-15 tahun). Pada masing-masing tahap mengalami kemajuan secara kualitatif. Di sisi lain, Lev Vygotsky mengemukakan teori tentang perkembangan kognitif. Vygotsky menekankan bahwa keahlian kognitif perlu diinterpretasikan secara developmental, dimediasi oleh bahasa, dan punya asal-usul dari relasi sosial dan kultur.
Bruner menyatakan teori perkembangan kognitif seseorang ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus. Dimana perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap enaktif ke ikonik dan pada akhirnya ke simbolik. Berkaitan dengan hal tersebut, Chomsky menyatakan bahwa bahasa adalah bentuk komunikasi, entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem simbol. Secara biologis, anak-anak sudah disiapkan untuk belajar bahasa saat mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun penguasaan bahasa akan mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan diri individu itu sendiri yang dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor lingkungan.
I.              Saran
             Keempat pakar tersebut yang telah mengemukakan gagasanya mengenai perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa. Kita sebagai calon guru harus memahami karakteristik siswa dan tingkat kemampuan siswa. Alangkah baiknya seorang guru memahami  ketiga teori perkembangan kognitif dan satu perkembangan bahasa tersebut. Sebagai bekal ilmu dalam penerapannya sehari-hari ketika mengajar.  Keempat teori perkembangan kognitif dan bahasa tersebut dapat di kembangkan dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pembelajaran. Dengan demikian diharapkan siswa mampu memahami pelajaran dengan baik dan senang dalam belajar untuk meningkatkan kemampuan baik kognitif, afektif dan psikomotor.
                       




























Daftar Pustaka

Rifa’I, A., Anni C.T. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

Santrock, John.W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Prenada Group.

http.achmdgelorawan.com//perkembangan-kognitif-dan-bahasa yang diakses pada hari rabu, 26 Maret 2013 pukul 19.00 WIB